3
K&D Learns Story Telling (10)
Bazarrr… eh, banzaiii akhirnya Mario mendapatkan pekerjaan. Untungnya tidak sampai seri ke-20 tulisan ini Mario sudah mendapatkan pekerjaan. Mario sekarang bekerja sebagai konsultan pengawas dimana tugasnya adalah, kurang lebih, mengawasi kinerja kontraktor pada sebuah proyek pembangunan. Sebuah pekerjaan dengan job description persis seperti yang selama ini di’buru’nya. Ya, Mario memang selama ini memburu pekerjaan lapangan. Bukannya apa-apa, adalah sebuah siksaan bagi Mario kalau harus berada pada ruang ber-AC dari jam 08.00 sampai 17.00. Mario alergi AC. Kalau berada di ruang ber-AC barang 30 menit saja, di kulitnya akan mulai muncul ruam-ruam ungu yang gatalnya minta ampun. Ruam tersebut lama-lama melebar ke seluruh tubuh menjadikan seluruh kulitnya ungu. Perlahan-lahan, Mario menjadi gendut dan tumbuh ekor. Tidak lama kemudian, Mario sudah telanjang. Mario berubah menjadi BARNEY!
Sebagai pekerja lapangan, Mario harus siap ditempatkan di lokasi manapun. Untuk tugas pertamanya, Mario masih belum ditugaskan di luar daerah. Mario ditempatkan di lokasi proyek yang masih terhitung dalam kota, di bagian lain kota yang sama sekali belum pernah disinggahinya.
Mario diangkut dengan menggunakan helikopter, lalu diturunkan di sebuah sabana berikut ransum dan perbekalan. Ia harus segera menemui timnya yang telah dahulu berada di lokasi tugas. Setelah proses pendaratan selesai, helikopter segera pergi meningalkan suara ujug… ujug… ujug… ujug… ujug… ujug… ujug… ujug… ujug… ujug… yang kian melemah. Mario berfikir, mungkin kata ujug-ujug yang artinya ‘tiba-tiba’ terinspirasi dari suara helikopter ini. Helikopter memang datang dan pergi dengan cara yang tiba-tiba. Sesuka hatinya. Kau datang dan pergi sesuka hatimu… hooo, sakitnya hati….
“Kemana… kemana… kemana…” handphone Mario bergetar-getar menunjuk waktu pukul 07.00 pagi. Mario terbangun lalu mematikan alarm di handphone-nya. Segera diraihnya handuk dan langsung ke kamar mandi. Tujuh menit kemudian Mario telah selesai sarapan dan siap berangkat kerja.
Dengan Raindrops.mp3 di kepala, Mario berjalan kaki penuh semangat ke tempat kerjanya; sebuah proyek pembangunan sekolah swasta. Langit cerah dengan gumpalan awan tipis-tipis. Sinar matahari pagi yang hangat mensintesa vitamin D ditubuh Mario dan menghilangkan sariawan-sariawannya (lho?). Burung-burung bekicau riang mengiringi perjalanannya. Saking riangnya, burung-burung tersebut tidak menyadari ada untaian kabel listrik di depannya. Alhasil, mereka terjerat kabel listrik dan kesetrum sampai mati. Di saat-saat terakhirnya, salah satu dari burung-burung tersebut mengacungkan satu bulu sayap bagian tengah sambil berteriak penuh kebencian: MarioF-You. Mario tidak menyadari hal itu. Mario dengan tenangnya membelok ke sebuah jalan setelah melewati sebuah Pos Kamling. Raindrops.mp3 tetap mengalun di kepalanya. Satu belokan lagi, dan Mario sampai di lokasi proyek tempat kerjanya.
Diantara tukang-tukang yang bekerja di proyek tersebut, ada yang sudah bekerja selama delapan bulan lebih. Artinya, selama itu pula mereka tinggal dan menetap di lokasi proyek. Mandi, makan, dan tidur juga di lokasi. Sekali sebulan atau sekali dua bulan saja mereka pulang ke rumah masing-masing. Ada juga yang tidak pulang-pulang selama delapan bulan. Berarti, selama itu juga mereka tidak menonton TV, sesuatu yang sangat dicandui Mario semenjak ia berstatus pengangguran. Terutama acara liga sepak bola. Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, semua liga ditontonnya. Kalau perlu dan kalau ada, liga Iran juga ditontonnya. Dan hari ini genap tujuh hari (genap kok tujuh? Ganjil!) Mario tidak menonton TV. Pada awalnya memang sakit, kepala pusing, serasa kejang, menghentak-hentak dan dingin di seluruh tubuh. Kondisi ini dinamakan Sakti (Sakit Karena TV), terjadi apabila pencandunya tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, yaitu menonton TV. Dengan usaha keras, beruntung Mario bisa melewati kondisi ini. Mario tidak lagi memiliki keinginan yang hebat untuk menonton TV. Mungkin Mario bisa membagi pengalamannya dengan tukang yang ditemuinya pagi ini
Mario : Wah, semangat sekali pagi ini Kang (panggilan untuk ‘tukang’ di proyek).
Tukang : Ah, nggak kok. Cuma pake shampoo.
Mario : Tembok pagar sebelah selatan kok belum mulai dipasang, Kang?
Tukang : Bata nggak adaa… semen nggak adaa… aku nggak punya pulsaa….
Mario : Tanya tho Kang, sama logistik. Pokoknya minggu depan pasangan bata pagar selatan sudah harus selesai. Sudah harus mulai dipasang batu alam. Pokoknya jangan sampai telat dari jadwal!
Tukang : Rasanya tahu nggak boleh telat dari jadwal tuh… seperti ngebelah atmosfir berlapis-lapis, meluncur bareng paus akrobatis, menuju rasi bintang paliiing manis.
Mario : (Dengan muka merah menahan marah) Hmmm… Kang, tahu apa yang saya pikirkan?
Tukang : (Denga gaya Afika) apaaa…
Mario : WAJAHMU MENGALIHKAN DUNIAKU.
Tukang : Hooeeekkk….
Mengecek dan memastikan semuanya berjalan dengan benar sesuai gambar kerja yang dibuat perencana adalah tugas sehari-hari Mario. Apabila menemui kesalahan atau kekeliruan, Mario akan melaporkannya kepada pengawas seniornya untuk kemudian diteruskan ke kontraktor. Namun, untuk hal-hal yang sederhana, dapat langsung dilakukan peneguran di lapangan.
Dari jauh Mario melihat seorang tukang tengah asyik dengan pekerjaan plesteran. Mario tertarik untuk mendekat karena kelihatannya plesterannya ketebalan. Semakin mendekat Mario mendapati bahwa si tukang tersebut, yang ternyata sebaya dengannya, memiliki potongan rambut yang jauh dari pantas untuk usianya. Potongan rambut sedang, disisir rapi ka belakang dengan bagian belakangnya agak memanjang. Persis seperti potongan rambut Bang Haji, sang legenda hidup. Kalau buat Bang Haji mah pantas, pas dengan masa dan usianya. Kalau buat dia? Satu lagi Rustam Kabut, Rusak Tampang Karena Rambut. Biarlah potongan rambutnya aneh, asalkan dadanya tidak ikut-ikutan berbulu. Sungguhpun dia benar fans berat Bang Haji, Mario berharap kejadiannya tidak sama dengan Si Maniak TV. Ternyata harapan Mario jauh dari kenyataan.
Mario : Lagi apa, Kang?
Tukang : Oh, ini Boss. Piano… mari main piano….
Mario : Plesterannya ketebalan, Kang. Nanti kalau sudah kering jadinya retak-retak. Itu yang sebelah kiri juga. Di bongkar dulu aja.
Tukang : Yang sebelah kiri? Tak akan kukenal lagi dan tak akan kusentuh lagi walau secuil… secuil!
Mario : Bongkar dulu Kang, semua. Tipiskan lagi. Di gambar kerja tebal plesteran 2 cm. Di mana-mana plesteran tebalnya 2 cm, Kang!
Tukang : Di mana-mana, di atas duniaaa… banyak orang bermain musik. Gitu tho Boss?
Mario : Tolong kalau kerja yang serius ya!
Tukang : Jangan marah tho Boss. Bisa stress lho? Banyak orang yang stress… (dengan suara tinggi melengking sambil merem)
Mario : (lagi-lagi menahan marah) Pokoknya, saya mau plesterannya dibongkar, diulang dari awal. Saya nggak mau tahu. Nanti saya cek lagi! (sambil berlalu pergi)
Tukang : Nambah kerjaan aja nih Si Boss. TERR… LAA… LU…
Mario : Ngomong apa Kang?
Tukang : Piano… mari main piano….
Itu adalah suara paling sumbang yang pernah didengar Mario. Pantaslah kalau tukang tersebut dipanggil Rustam Kasur, Rusak Tampang Karena Suara. Mungkin dia akan lebih cocok jika mengarang lagu saja ketimbang menyanyi. Bolehlah suatu hari dikenal dengan nama Pak Guling.
Selain tidak ada TV, hal lain yang tidak ada di lokasi proyek adalah sesuatu yang disebut sebagai perhiasan dunia atau object of eyes laundry, dengan kata lain: wanita. Hampir 300 orang dari jam 07.00 pagi hingga 18.00 sore waktu normal semuanya adalah laki-laki. Tak heran, jika pemandangan tehadap kaum hawa ini menjadi sesuatu yang sangat mahal dan ditanggapi secara hiperbola. Tiga hari yang lalu ada SPG minuman dingin yang ‘nyasar’ menawarkan barang dagangannya ke kantor Project Manager (PM). Seketika suasana proyek menjadi hening selama tiga detik dan satu… dua… tiga… HORRAAAY; suasana berubah seperti adegan dalam film Pirates of the Caribean 3 ketika kapal Denvour dan Lord Beckket berhasil ditenggelamkan oleh kelompok bajak laut. Ada yang bersorak-sorak sambil melempar topi ke udara, ada yang bersuit-suit liar, dan ada juga yang menari tap (tap dance) dan main flute. Kemarin, ketika kunjungan owner, ternyata beliau membawa serta dua anak gadisnya yang cantik-cantik. Bukan hanya cantik, tapi juga terawat oleh berbagai produk perawatan. Seketika suasana proyek menjadi hening selama tiga detik dan satu… dua… tiga… HORRAAAY; ada yang bersorak-sorak sambil melempar topi ke udara, ada yang bersuit-suit liar, dan ada juga yang menari tap dan main flute
Terkadang, di sela-sela pekerjaannya, Mario masih sering teringat masa-masa ketika berburu pekerjaan dahulu. Bagaimana ia sangat selektif dalam memilih profesi pertamanya hingga akhirnya menjadi depresi karena tak kunjung jua keinginannya menjadi kenyataan. Dalam kondisi pasrah, Mario telah siap untuk bekerja apa saja. Ia membayangkan tubuhnya yang ungu, telanjang, gendut, dan berekor bekerja di depan komputer dalam ruangan ber-AC delapan jam sehari. Dengan langkah yang diseret-seret Mario mengetuk pintu sebuah kantor untuk ‘mengemis’ pekerjaan. Dan tidak disangka-sangka, Mario mendapat pekerjaan lapangan seperti yang diimpikannya. Ternyata Tuhan masih berpihak padanya. Tuhan tidak tidur. Tuhan melihat Mario berdoa, Tuhan melihat Mario ketiduran di kereta, Tuhan melihat Mario berlari-lari mengejar angkot dan bus kota, Tuhan melihat Mario melipat kembali kertas contekannya sewaktu mengikuti psikotes karena tidak ada soal yang keluar, dan Tuhan melihat Mario berbicara dengan ayam.
Cukup beruntung Mario mendapat senior yang bersedia membimbingnya dengan baik. Bahkan, Mario diberi kepercayaan untuk meng-ACC laporan dari kontraktor dan menandatangani beberapa surat izin. Baru kali ini Mario merasa tanda tangannya dihargai. Padahal dahulu tanda tangannya hanya laku di blangko absen dan KRS. Mario merasa punya otoritas. Mario merasa kuat, seakan ia berdiri tegap di atas karang dengan ombak berdebur di belakangnya; pose standar ketika berfoto di Tanah Lot, Bali.
“Tok… tok…” pintu diketuk, menyadarkan Mario dari lamunannya. Seorang Site Engineer (SE) tanpa berkata apa-apa meletakkan selembar kertas di hadapan Mario: Surat Izin Pelaksanaan Pekerjaan. Seminggu bekerja, belum pernah Mario mendengar suara dari SE ini. Menurut rumor yang beredar, sang SE terkenal sebagai orang yang tegas lagi keras dalam memberi perintah dan mampu meng-site-site setiap jiwa yang berhadapan dengannya. Orang lapangan memang harus keras, dan Mario sudah diberitahu perihal itu. Sebagai anak baru Mario ingin menunjukkan sikap bersahabat terhadap sang SE, maka bertanyalah ia perihal isi surat buat sekedar penghantar percakapan.
Mario : Surat Izin Pelaksanaan Pekerjaan, pengecoran lapangan basket area sekian sekian. Beton mutu K-250 sekian meter kubik. Pengecorannya jam berapa, Pak?
SE : (Diam, tidak ada jawaban)
Mario : Pak, pengecorannya jam berapa?
SE : (Diam, tidak ada jawaban)
Semprul! Mario merasa tidak dihargai. Otoritasnya ternodai. Mario kesal, tapi juga takut. Kombinasi yang cukup untuk merasakan ada sesuatu yang bergetar di daerah sekitar selangkangannya.
Mario : Begini Pak, saya tidak bisa menandatangani surat izin ini kalau belum mendapat penjelasan lisan dari Bapak!
SE : PENGECORAN SEGERA… BEGITU SURAT SELESAI DITANDATANGANI. SEKITAR JAM SETENGAH ENAM SORE INI!
Ternyata betul rumor yang beredar, suaranya kenceng banget seperti orang membentak sambil kesetanan, dan GGYYYAAAA… getaran di daerah sekitar selangkangan Mario semakin menghebat. Tanpa memperdulikan keadaan, Mario berlari keluar kantor menuju toilet yang belum jadi. Ternyata masih dipasangi keramik oleh tukang.
Tukang : Boss, jangan di sini. Semennya masih basah! Jangan diinjak!
Mario berlari kelabakan. Getaran di selangkangannya semakin menghentak-hentak. Di situ saja, pikirnya, di pojokan pagar. Mario berlari ke pojokan pagar dan segera merogoh saku depannya dengan sekuat tenaga. Lalu kemudian
Mario : Halo? Apa? Elpiji 12 kilo? Yang tabung ijo? Beughhh… salah sambung Kakak!
Ternyata getaran tersebut berasal dari handphone-nya yang di-silent. Telepon salah sambung. Di saat-saat seperti ini ada saja kejadian yang bikin badmood, Mario membatin. Dengan wajah yang masih diliputi tanda Tanya, Mario berjalan kembali ke kantor. Begitu sampai di kantor…
SE : MAS, TANDA TANGAN!
Mario : SYIIIAAAPPPP….!
Begitulah dunia kerja, memang diperlukan pembiasaan. Pria lemah lembut seperti Mario harus membiasakan diri menghadapi suara-suara keras dan tegas kalau tetap ingin menjadi orang lapangan. Ia pun juga harus berlaku demikian. Kalau tidak, mana mungkin perintahnya akan didengar. Jika tidak dihormati, minimal suaranya akan tertelan oleh berbagai bebunyian berdesibel tinggi di lokasi proyek. Huft, satu tahapan telah dilewati. Mario melemparkan pandangan ke tengah-tengah kesibukan tukang-tukang yang sedang bekerja. Perlahan, matahari mulai turun ke arah barat.
Agak lama Mario memperhatikan tukang-tukang berkerja hingga akhirnya Mario dikejutkan oleh suara ribut-ribut dari arah gudang. Didekatinya sumber suara tersebut, ternyata Pak Mandor sedang marah. Sepertinya ia kehilangan sesuatu. Tampak tukang-tukang yang berada di sekitar lokasi kejadian sedang mencari-cari barang yang hilang tersebut.
Mario : Apa yang hilang, Pak?
Mandor : Ini mas, kunci lemari saya. Barang-barang saya di sana semua
Pak Mandor memanggil beberapa tukang lagi untuk membantu mencari. Kemarahannya belum reda, bahkan semakin bertambah.
Mandor : Cari sampai ketemu! Saya tidak mau kejadian dua minggu yang lalu terulang lagi!
Demi mendengar ucapan Pak Mandor, para tukang kelihatan bertambah panik. Dengan cepat mereka membongkar sana-sini. Tidak beberapa lama kemudian, seorang tukang menemukan kunci lemari Pak Mandor di antara tumpukan bata. Lega sekali raut muka Pak Mandor mendapati kunci lemarinya kembali. Penasaran, Mario bertanya tentang kejadian dua minggu yang lalu mengingat dua minggu yang lalu Mario belum mulai bekerja.
Mario : Memangnya, dua minggu yang lalu ada kejadian apa Pak?
Mandor : Oh, dua minggu yang lalu. Dua hari saya nggak ganti sempak (celana dalam - red) Mas. Sumpah, gatel banget (dengan muka serius sambil mengacungkan dua jari)
Mario : Dasar kornet, kirain apaan? Iwak peyek… iwak peyek… (Mario berbalik hendak pergi, tapi dua langkah kemudian ia berhenti sejenak dan berbalik badan). Pak!
Mandor : Ya Mas.
Mario : SEMPAKMU MENGALIHKAN DUNIAKU!
***
Perubahan cara pandang adalah ketika kita tidak lagi mengacungkan jari telunjuk dan jari manis untuk menunjukkan angka dua, tetapi (bisa) dengan jari telunjuk dan jari kelingking. Tanpa perubahan cara pandang, hidup hanya akan seperti buih yang sekedar mengikuti arus; terjebak dan tidak berarti.
K&D
FOLLOW K&D LEARNS STORY TELLING ON TWITTER --> KnD_Mario
:: Berapa bintang yang kau beri? ::.
Sebagai pekerja lapangan, Mario harus siap ditempatkan di lokasi manapun. Untuk tugas pertamanya, Mario masih belum ditugaskan di luar daerah. Mario ditempatkan di lokasi proyek yang masih terhitung dalam kota, di bagian lain kota yang sama sekali belum pernah disinggahinya.
Mario diangkut dengan menggunakan helikopter, lalu diturunkan di sebuah sabana berikut ransum dan perbekalan. Ia harus segera menemui timnya yang telah dahulu berada di lokasi tugas. Setelah proses pendaratan selesai, helikopter segera pergi meningalkan suara ujug… ujug… ujug… ujug… ujug… ujug… ujug… ujug… ujug… ujug… yang kian melemah. Mario berfikir, mungkin kata ujug-ujug yang artinya ‘tiba-tiba’ terinspirasi dari suara helikopter ini. Helikopter memang datang dan pergi dengan cara yang tiba-tiba. Sesuka hatinya. Kau datang dan pergi sesuka hatimu… hooo, sakitnya hati….
Baru selangkah berjalan, Mario sudah dikepung oleh penduduk lokal yang terdiri dari bences-bences berseragam ala pom-pom dan bersenjata bas betot Laser3000. Oh, tidak. Merasa tidak ada jalan keluar, Mario segera meraih HT-nya lalu menghubungi markas “Abort… abort… mayday… mayday… mayday”. Markas menjawab “Tak usyah yee”. Kepungan semakin merapat, Mario berusaha mencari celah. Di balik semak belukar yang agak tinggi, Mario melihat sekilas sebuah kendaraan yang mungkin masih berfungsi dan bisa digunakannya untuk melarikan diri. Dengan satu lompatan dan dua koprol, Mario sampai ke kendaraan tersebut. Sebuah KILI-KILI (apa itu? klik di sini).
“Kemana… kemana… kemana…” handphone Mario bergetar-getar menunjuk waktu pukul 07.00 pagi. Mario terbangun lalu mematikan alarm di handphone-nya. Segera diraihnya handuk dan langsung ke kamar mandi. Tujuh menit kemudian Mario telah selesai sarapan dan siap berangkat kerja.
Dengan Raindrops.mp3 di kepala, Mario berjalan kaki penuh semangat ke tempat kerjanya; sebuah proyek pembangunan sekolah swasta. Langit cerah dengan gumpalan awan tipis-tipis. Sinar matahari pagi yang hangat mensintesa vitamin D ditubuh Mario dan menghilangkan sariawan-sariawannya (lho?). Burung-burung bekicau riang mengiringi perjalanannya. Saking riangnya, burung-burung tersebut tidak menyadari ada untaian kabel listrik di depannya. Alhasil, mereka terjerat kabel listrik dan kesetrum sampai mati. Di saat-saat terakhirnya, salah satu dari burung-burung tersebut mengacungkan satu bulu sayap bagian tengah sambil berteriak penuh kebencian: MarioF-You. Mario tidak menyadari hal itu. Mario dengan tenangnya membelok ke sebuah jalan setelah melewati sebuah Pos Kamling. Raindrops.mp3 tetap mengalun di kepalanya. Satu belokan lagi, dan Mario sampai di lokasi proyek tempat kerjanya.
Diantara tukang-tukang yang bekerja di proyek tersebut, ada yang sudah bekerja selama delapan bulan lebih. Artinya, selama itu pula mereka tinggal dan menetap di lokasi proyek. Mandi, makan, dan tidur juga di lokasi. Sekali sebulan atau sekali dua bulan saja mereka pulang ke rumah masing-masing. Ada juga yang tidak pulang-pulang selama delapan bulan. Berarti, selama itu juga mereka tidak menonton TV, sesuatu yang sangat dicandui Mario semenjak ia berstatus pengangguran. Terutama acara liga sepak bola. Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, semua liga ditontonnya. Kalau perlu dan kalau ada, liga Iran juga ditontonnya. Dan hari ini genap tujuh hari (genap kok tujuh? Ganjil!) Mario tidak menonton TV. Pada awalnya memang sakit, kepala pusing, serasa kejang, menghentak-hentak dan dingin di seluruh tubuh. Kondisi ini dinamakan Sakti (Sakit Karena TV), terjadi apabila pencandunya tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, yaitu menonton TV. Dengan usaha keras, beruntung Mario bisa melewati kondisi ini. Mario tidak lagi memiliki keinginan yang hebat untuk menonton TV. Mungkin Mario bisa membagi pengalamannya dengan tukang yang ditemuinya pagi ini
Mario : Wah, semangat sekali pagi ini Kang (panggilan untuk ‘tukang’ di proyek).
Tukang : Ah, nggak kok. Cuma pake shampoo.
Mario : Tembok pagar sebelah selatan kok belum mulai dipasang, Kang?
Tukang : Bata nggak adaa… semen nggak adaa… aku nggak punya pulsaa….
Mario : Tanya tho Kang, sama logistik. Pokoknya minggu depan pasangan bata pagar selatan sudah harus selesai. Sudah harus mulai dipasang batu alam. Pokoknya jangan sampai telat dari jadwal!
Tukang : Rasanya tahu nggak boleh telat dari jadwal tuh… seperti ngebelah atmosfir berlapis-lapis, meluncur bareng paus akrobatis, menuju rasi bintang paliiing manis.
Mario : (Dengan muka merah menahan marah) Hmmm… Kang, tahu apa yang saya pikirkan?
Tukang : (Denga gaya Afika) apaaa…
Mario : WAJAHMU MENGALIHKAN DUNIAKU.
Tukang : Hooeeekkk….
Mengecek dan memastikan semuanya berjalan dengan benar sesuai gambar kerja yang dibuat perencana adalah tugas sehari-hari Mario. Apabila menemui kesalahan atau kekeliruan, Mario akan melaporkannya kepada pengawas seniornya untuk kemudian diteruskan ke kontraktor. Namun, untuk hal-hal yang sederhana, dapat langsung dilakukan peneguran di lapangan.
Dari jauh Mario melihat seorang tukang tengah asyik dengan pekerjaan plesteran. Mario tertarik untuk mendekat karena kelihatannya plesterannya ketebalan. Semakin mendekat Mario mendapati bahwa si tukang tersebut, yang ternyata sebaya dengannya, memiliki potongan rambut yang jauh dari pantas untuk usianya. Potongan rambut sedang, disisir rapi ka belakang dengan bagian belakangnya agak memanjang. Persis seperti potongan rambut Bang Haji, sang legenda hidup. Kalau buat Bang Haji mah pantas, pas dengan masa dan usianya. Kalau buat dia? Satu lagi Rustam Kabut, Rusak Tampang Karena Rambut. Biarlah potongan rambutnya aneh, asalkan dadanya tidak ikut-ikutan berbulu. Sungguhpun dia benar fans berat Bang Haji, Mario berharap kejadiannya tidak sama dengan Si Maniak TV. Ternyata harapan Mario jauh dari kenyataan.
Mario : Lagi apa, Kang?
Tukang : Oh, ini Boss. Piano… mari main piano….
Mario : Plesterannya ketebalan, Kang. Nanti kalau sudah kering jadinya retak-retak. Itu yang sebelah kiri juga. Di bongkar dulu aja.
Tukang : Yang sebelah kiri? Tak akan kukenal lagi dan tak akan kusentuh lagi walau secuil… secuil!
Mario : Bongkar dulu Kang, semua. Tipiskan lagi. Di gambar kerja tebal plesteran 2 cm. Di mana-mana plesteran tebalnya 2 cm, Kang!
Tukang : Di mana-mana, di atas duniaaa… banyak orang bermain musik. Gitu tho Boss?
Mario : Tolong kalau kerja yang serius ya!
Tukang : Jangan marah tho Boss. Bisa stress lho? Banyak orang yang stress… (dengan suara tinggi melengking sambil merem)
Mario : (lagi-lagi menahan marah) Pokoknya, saya mau plesterannya dibongkar, diulang dari awal. Saya nggak mau tahu. Nanti saya cek lagi! (sambil berlalu pergi)
Tukang : Nambah kerjaan aja nih Si Boss. TERR… LAA… LU…
Mario : Ngomong apa Kang?
Tukang : Piano… mari main piano….
Itu adalah suara paling sumbang yang pernah didengar Mario. Pantaslah kalau tukang tersebut dipanggil Rustam Kasur, Rusak Tampang Karena Suara. Mungkin dia akan lebih cocok jika mengarang lagu saja ketimbang menyanyi. Bolehlah suatu hari dikenal dengan nama Pak Guling.
Selain tidak ada TV, hal lain yang tidak ada di lokasi proyek adalah sesuatu yang disebut sebagai perhiasan dunia atau object of eyes laundry, dengan kata lain: wanita. Hampir 300 orang dari jam 07.00 pagi hingga 18.00 sore waktu normal semuanya adalah laki-laki. Tak heran, jika pemandangan tehadap kaum hawa ini menjadi sesuatu yang sangat mahal dan ditanggapi secara hiperbola. Tiga hari yang lalu ada SPG minuman dingin yang ‘nyasar’ menawarkan barang dagangannya ke kantor Project Manager (PM). Seketika suasana proyek menjadi hening selama tiga detik dan satu… dua… tiga… HORRAAAY; suasana berubah seperti adegan dalam film Pirates of the Caribean 3 ketika kapal Denvour dan Lord Beckket berhasil ditenggelamkan oleh kelompok bajak laut. Ada yang bersorak-sorak sambil melempar topi ke udara, ada yang bersuit-suit liar, dan ada juga yang menari tap (tap dance) dan main flute. Kemarin, ketika kunjungan owner, ternyata beliau membawa serta dua anak gadisnya yang cantik-cantik. Bukan hanya cantik, tapi juga terawat oleh berbagai produk perawatan. Seketika suasana proyek menjadi hening selama tiga detik dan satu… dua… tiga… HORRAAAY; ada yang bersorak-sorak sambil melempar topi ke udara, ada yang bersuit-suit liar, dan ada juga yang menari tap dan main flute
Terkadang, di sela-sela pekerjaannya, Mario masih sering teringat masa-masa ketika berburu pekerjaan dahulu. Bagaimana ia sangat selektif dalam memilih profesi pertamanya hingga akhirnya menjadi depresi karena tak kunjung jua keinginannya menjadi kenyataan. Dalam kondisi pasrah, Mario telah siap untuk bekerja apa saja. Ia membayangkan tubuhnya yang ungu, telanjang, gendut, dan berekor bekerja di depan komputer dalam ruangan ber-AC delapan jam sehari. Dengan langkah yang diseret-seret Mario mengetuk pintu sebuah kantor untuk ‘mengemis’ pekerjaan. Dan tidak disangka-sangka, Mario mendapat pekerjaan lapangan seperti yang diimpikannya. Ternyata Tuhan masih berpihak padanya. Tuhan tidak tidur. Tuhan melihat Mario berdoa, Tuhan melihat Mario ketiduran di kereta, Tuhan melihat Mario berlari-lari mengejar angkot dan bus kota, Tuhan melihat Mario melipat kembali kertas contekannya sewaktu mengikuti psikotes karena tidak ada soal yang keluar, dan Tuhan melihat Mario berbicara dengan ayam.
Cukup beruntung Mario mendapat senior yang bersedia membimbingnya dengan baik. Bahkan, Mario diberi kepercayaan untuk meng-ACC laporan dari kontraktor dan menandatangani beberapa surat izin. Baru kali ini Mario merasa tanda tangannya dihargai. Padahal dahulu tanda tangannya hanya laku di blangko absen dan KRS. Mario merasa punya otoritas. Mario merasa kuat, seakan ia berdiri tegap di atas karang dengan ombak berdebur di belakangnya; pose standar ketika berfoto di Tanah Lot, Bali.
“Tok… tok…” pintu diketuk, menyadarkan Mario dari lamunannya. Seorang Site Engineer (SE) tanpa berkata apa-apa meletakkan selembar kertas di hadapan Mario: Surat Izin Pelaksanaan Pekerjaan. Seminggu bekerja, belum pernah Mario mendengar suara dari SE ini. Menurut rumor yang beredar, sang SE terkenal sebagai orang yang tegas lagi keras dalam memberi perintah dan mampu meng-site-site setiap jiwa yang berhadapan dengannya. Orang lapangan memang harus keras, dan Mario sudah diberitahu perihal itu. Sebagai anak baru Mario ingin menunjukkan sikap bersahabat terhadap sang SE, maka bertanyalah ia perihal isi surat buat sekedar penghantar percakapan.
Mario : Surat Izin Pelaksanaan Pekerjaan, pengecoran lapangan basket area sekian sekian. Beton mutu K-250 sekian meter kubik. Pengecorannya jam berapa, Pak?
SE : (Diam, tidak ada jawaban)
Mario : Pak, pengecorannya jam berapa?
SE : (Diam, tidak ada jawaban)
Semprul! Mario merasa tidak dihargai. Otoritasnya ternodai. Mario kesal, tapi juga takut. Kombinasi yang cukup untuk merasakan ada sesuatu yang bergetar di daerah sekitar selangkangannya.
Mario : Begini Pak, saya tidak bisa menandatangani surat izin ini kalau belum mendapat penjelasan lisan dari Bapak!
SE : PENGECORAN SEGERA… BEGITU SURAT SELESAI DITANDATANGANI. SEKITAR JAM SETENGAH ENAM SORE INI!
Ternyata betul rumor yang beredar, suaranya kenceng banget seperti orang membentak sambil kesetanan, dan GGYYYAAAA… getaran di daerah sekitar selangkangan Mario semakin menghebat. Tanpa memperdulikan keadaan, Mario berlari keluar kantor menuju toilet yang belum jadi. Ternyata masih dipasangi keramik oleh tukang.
Tukang : Boss, jangan di sini. Semennya masih basah! Jangan diinjak!
Mario berlari kelabakan. Getaran di selangkangannya semakin menghentak-hentak. Di situ saja, pikirnya, di pojokan pagar. Mario berlari ke pojokan pagar dan segera merogoh saku depannya dengan sekuat tenaga. Lalu kemudian
Mario : Halo? Apa? Elpiji 12 kilo? Yang tabung ijo? Beughhh… salah sambung Kakak!
Ternyata getaran tersebut berasal dari handphone-nya yang di-silent. Telepon salah sambung. Di saat-saat seperti ini ada saja kejadian yang bikin badmood, Mario membatin. Dengan wajah yang masih diliputi tanda Tanya, Mario berjalan kembali ke kantor. Begitu sampai di kantor…
SE : MAS, TANDA TANGAN!
Mario : SYIIIAAAPPPP….!
Begitulah dunia kerja, memang diperlukan pembiasaan. Pria lemah lembut seperti Mario harus membiasakan diri menghadapi suara-suara keras dan tegas kalau tetap ingin menjadi orang lapangan. Ia pun juga harus berlaku demikian. Kalau tidak, mana mungkin perintahnya akan didengar. Jika tidak dihormati, minimal suaranya akan tertelan oleh berbagai bebunyian berdesibel tinggi di lokasi proyek. Huft, satu tahapan telah dilewati. Mario melemparkan pandangan ke tengah-tengah kesibukan tukang-tukang yang sedang bekerja. Perlahan, matahari mulai turun ke arah barat.
Agak lama Mario memperhatikan tukang-tukang berkerja hingga akhirnya Mario dikejutkan oleh suara ribut-ribut dari arah gudang. Didekatinya sumber suara tersebut, ternyata Pak Mandor sedang marah. Sepertinya ia kehilangan sesuatu. Tampak tukang-tukang yang berada di sekitar lokasi kejadian sedang mencari-cari barang yang hilang tersebut.
Mario : Apa yang hilang, Pak?
Mandor : Ini mas, kunci lemari saya. Barang-barang saya di sana semua
Pak Mandor memanggil beberapa tukang lagi untuk membantu mencari. Kemarahannya belum reda, bahkan semakin bertambah.
Mandor : Cari sampai ketemu! Saya tidak mau kejadian dua minggu yang lalu terulang lagi!
Demi mendengar ucapan Pak Mandor, para tukang kelihatan bertambah panik. Dengan cepat mereka membongkar sana-sini. Tidak beberapa lama kemudian, seorang tukang menemukan kunci lemari Pak Mandor di antara tumpukan bata. Lega sekali raut muka Pak Mandor mendapati kunci lemarinya kembali. Penasaran, Mario bertanya tentang kejadian dua minggu yang lalu mengingat dua minggu yang lalu Mario belum mulai bekerja.
Mario : Memangnya, dua minggu yang lalu ada kejadian apa Pak?
Mandor : Oh, dua minggu yang lalu. Dua hari saya nggak ganti sempak (celana dalam - red) Mas. Sumpah, gatel banget (dengan muka serius sambil mengacungkan dua jari)
Mario : Dasar kornet, kirain apaan? Iwak peyek… iwak peyek… (Mario berbalik hendak pergi, tapi dua langkah kemudian ia berhenti sejenak dan berbalik badan). Pak!
Mandor : Ya Mas.
Mario : SEMPAKMU MENGALIHKAN DUNIAKU!
***
Perubahan cara pandang adalah ketika kita tidak lagi mengacungkan jari telunjuk dan jari manis untuk menunjukkan angka dua, tetapi (bisa) dengan jari telunjuk dan jari kelingking. Tanpa perubahan cara pandang, hidup hanya akan seperti buih yang sekedar mengikuti arus; terjebak dan tidak berarti.
K&D
FOLLOW K&D LEARNS STORY TELLING ON TWITTER --> KnD_Mario
:: Berapa bintang yang kau beri? ::.
3 percakapan:
Syukurlah...si Mario sudah mendapatkan pekerjaan yang di impikannya. Tapi mana ya kelanjutannya? apakah Mario baik-baik saja? apakah cocok dan sukses dengan pekerjaan yg di gelutinya? jadi tanda tanya besar.
BalasHapusKabarnya sih Mario sekarang udah nggak gondrong lagi dan jadi orang yang berpakaian layaknya orang kantoran (mikir keras buat bisa membayangkan seperti apa penampakan Mario)
Hapusehmmm...
BalasHapus