3

Mengenai Makna Nikah

Posted by Unknown in ,
Beberapa hari yang lalu, saya membaca sebuah artikel tentang Nikah Mut’ah di suplemen Dialog Jumat (26/9/2014) dari harian Republika. Yang membuat saya tertarik adalah redaksi awalnya, yaitu mengenai makna Nikah. Setelah saya membaca, saya jadi ingin membaginya. Karena rasanya sayang sekali ya kalau ada tulisan bagus dan bermanfaat tapi tidak dibagikan kepada teman-teman.

Pernikahan adalah akad yang sangat agung. Ia disebut mitsaqah ghaliza karena dampak dari akad yang tak lebih dari satu menit itu amat luas.
Ucapan akad pernikahan mengantarkan tanggung jawab yang dipikul seorang wali kepada seorang laki-laki yang menjadi suami. Akad pernikahan juga membuat yang haram menjadi halal, yang dosa menjadi pahala. Akad nikah juga melahirkan garis nasab dimana hak waris melekat padanya.
Pernikahan adalah kebaikan yang bertambah bernama berkah. Di dalamnya mencakup keberkahan dalam masa senang, dan keberkahan dalam masa sulit. Jadi, tak sekedar berburu kesenangan semata.

Nah, bagus sekali kan.. Semoga bermanfaat dan menambah ilmu kita.



:: Berapa bintang yang kau beri? ::.

2

You Are the Apple of My Eye

Posted by Faril Lukman in

Sebuah film karya Giddens Ko ini memiliki alur dan cerita yang unik; menarik di bagian awal, mempesona di tengah, mencengangkan di klimaks, dan melegakan di akhir. Wajib tonton bagi penggemar film, terutama film asal Taiwan. Adanya keterangan di bagian akhir film yang menyebutkan bahwa Giddens Ko membuat film ini berdasarkan kisah kehidupan pribadinya cukup membuat kita berpikir apa ada cerita semisal film ini di kehidupan nyata. Terlebih, dia membuat film ini guna menarik hati mantan-kekasihnya agar mau menikah dengannya. Wow!! Meyakinkan gadis dengan cara membuat film, cara yang sangat keren.



:: Berapa bintang yang kau beri? ::.

0

K&D Learns Storytelling 14

Posted by Faril Lukman in ,

Wanita muda dan jejaring sosial, merupakan fenomena yang cukup menarik yang terjadi di masyarakat belakangang ini. Pasalnya fenomena ini mirip dengan fenomena gunung es/iceberg tapi di balik. Yang terlihat lebih besar (kualitas, intensitas, akriditas, dll) daripada kondisi sebenarnya.

Sekarang sudah banyak masyarakat atau orang-orang awam yang memiliki kamera SLR. Agaknya hobi fotografi sudah menjadi tren tersendiri. Sudah tidak eksklusif lagi. Dulu, sewaktu masih kuliah Arsitektur, saya ingin sekali memiliki sebuah kamera SLR. Karena harganya relatif mahal, saya merutinkan diri menabung setiap hari. Tidak banyak yang bisa saya tabung, hanya 500 rupiah saja. Tidak apa-apa, sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit. Dengan tekad saya menabung tersebut, saya akan memiliki kamera SLR kira-kira setelah 66 tahun. Memang hanya tekad yang akan membuat saya memiliki kamera SLR.



:: Berapa bintang yang kau beri? ::.

0

K&D Learns Storytelling 13

Posted by Faril Lukman in ,
PROLOG:
Di suatu sore pada hari Jumat, Mario baru saja pulang dari bekerja. Agak istimewa rasanya bisa pulang sore seperti ini. Apalagi cuaca sedang cerah. Mario memarkir sepeda motor di halaman dan sesaat meregangkan otot-otot. Berkendara selama 45 menit cukup melelahkan, apalagi sambil menggendong backpack.  Demi mengetahui kedatangan Mario, adiknya yang perempuan segera menghampiri. Sepertinya si remaja ini sedang ada keinginan.
Adik saya : Bang, beliin handphone android dong, Bang. Yang layar sentuh gitu?
Dengan ekspresi wajah lelah-berdebu dan tatapan mata kosong  Mario berusaha mencerna permintaannya.
Mario : Ha?
Adiknya : Android Bang, android…
Mario : Ha? Android?
Adiknya : Iya Bang. Yang bisa Facebook, twitter, instagram… pokoknya banyak deh. Sosial media bang
Wuk… wuk… wuuu… wukk… Wuk… wuk… wuuu… wukk… percakakapan terputus akibat suara yang agak gaduh. Dengan ekspresi dan tatapan yang tak berubah, Mario melongok ke belakang, ke backpack.
Adiknya : Suara apan tuh Bang?
Mario : Oh, ini Pak Menejer telpon
telpon



:: Berapa bintang yang kau beri? ::.

0
Posted by Unknown in
So? Udah ketemu cewek yang oke belum, Ren?” Tanyanya tiba-tiba, mengganti topik pembicaraan.
“Hmm, belum.”
“Mau aku kenalin ke temenku nggak?” Kali ini dia bertanya sambil cengar-cengir.
Ah, mulai lagi deh. “Boleh. Ada yang oke?”
“Eh, temenku oke semua tauk. Tapiii, kurusan lho, lebih kurus dari aku.”
“Hah? Nggak mau ah.”
“Hmm.. kalau yang agak chubby? Cantik loh.”
“Enggg.. Nggak deh. Yang kaya kamu aja ada nggak?”
“Kalo yang kaya aku ya nggak ada. Aku kan nggak ada duanya.” Aku hanya bisa memandangnya sambil tersenyum dan mengangguk, sementara dia tertawa.
Dia melirik jam tangannya, kemudian mulai memasukkan novel bacaannya ke dalam tas, “Aku tinggal dulu ya, Ren. Mau pergi sama Amin. Daah..” Dia berlalu begitu saja. Aku, lagi-lagi, hanya bisa tersenyum.



:: Berapa bintang yang kau beri? ::.

0

EmonAlisa

Posted by Black Sakura in

Awalnya mungkin kita tidak pernah menyadari betapa banyak kekurangan kita sebelum seseorang atau mungkin banyak orang mengingatkan kita betapa kita banyak memiliki kekurangan. Hal itu pula yang dialami oleh Emon. Pada awalnya dia sangatlah percaya diri akan apapun yang dimilikinya. Bukannya saya ingin bilang kalau percaya diri buruk sih, saya cuma ingin menyampaikan bahwa kepercayaan diri pun harus diimbangi dengan kesadaran akan kenyataan hidup. Kenyataan bahwa anda memang bokek, misalnya. Atau kenyataan bahwa anda tidak cukup ganteng untuk melamar menjadi foto model. Terkadang orang yang terlampau percaya diri membawanya pada ‘kebutaan’ akan ketidaksempurnaan diri begitu pula sebaliknya, terlalu rendah diri pun akan menimbulkan ‘kebutaan’ akan kemampuan diri sehingga kita pun lupa untuk bersyukur. Di mana-mana memang keseimbanganlah yang paling baik.



:: Berapa bintang yang kau beri? ::.

2

Ceritaku di Minggu Sore

Posted by Faril Lukman in
"Goooolll!!!"
Penonton di tribun bersorak ramai menyambut gol dari tendangan bebas yang baru saja terjadi, termasuk aku yg berada di bangku kedua dari depan..
"Wow, gol yang hebat." terdengar suara wanita di sebelah kananku.
"Tentu saja, dia anakku." kataku bangga tanpa menoleh tanpa melirik.
"Benarkah?"
"Iya. Si kapten dengan nomor punggung 10 adalah anak pertamaku." jelasku.
"Wow. Jika anaknya sehebat dan setangguh itu, pasti ayahnya juga."
"Tentu. Aku seorang pekerja keras, anakku meniru sifatku itu."
"Bekerja di mana Anda?" tanyanya tak serius dan terdengar asal-asalan.
"Aku bekerja di perpustakaan. Perpustakaan milikku sendiri. Dan aku juga pengarang buku."
"Wow, pasti Anda sibuk sekali. Buku apa saja yang Anda tulis?"
"Sudah banyak novel yg kubuat dan terjual laris di dunia. Bahkan jadi best-seller. Sering ke luar negeri untuk acara bedah buku"
"Wow, pasti Anda sukses banget. Sesibuk itu tapi masih sempat menonton pertandingan bola anak Anda ya."
"Tentu saja, anak itu sangat penting. Lebih baik kehilangan pekerjaan daripada kehilangan anak."
"Wow, Anda sangat bijak. Lalu, di mana istri Anda?"
Aku semakin penasaran dengan raut wajah wanita yang daritadi banyak bertanya padaku: apa mungkin dia tertarik padaku. Kutengok ke kanan, seorang wanita beralis tebal duduk dengan anggun di sampingku. Cantik, menurut pandanganku. Merasa diperhatikan dan pertanyaannya belum kujawab, dia menoleh ke arahku. Dia seperti menunggu jawabanku.
"Kamu terlalu banyak bertanya, sayang." jawabku sekenanya.
"Dan kamu terlalu banyak mengkhayal, sayang." bisiknya.
"Hahaha, apa kamu nggak suka punya..... "
Goooolll. Pertanyaanku dipotong suara tribun menyambut gol yang barusan tercipta.
"Wow, anak kita benar-benar hebat. Dia mencetak gol lagi," teriaknya.
Gol tadi menyudahi pertandingan bola antar-SD. Penonton pun beringsut meninggalkan bangku mereka. Aku segera menggandeng gadis di sebelah kananku tadi untuk mengajaknya pulang. Sesampai di gerbang, aku menghentikan langkah kami.
"Tidak menunggu anak kita?" tanyaku mengingatkannya. Dia hanya tersenyum.
"Jangan mengkhayal lagi deh."
"Ibuuuu...."
Kami menoleh bebarengan, si kapten tim berlari ke arah kami. Kaget, aku saling pandang dengannya dan menyunggingkan senyum. Mata kami teralih lagi ke arah si bocah kecil yg makin dekat berlari ke arah kami. Tiba-tiba, dia menerobos di tengah kami dan masuk ke pelukan ibunya yang ada di belakang kami.
"Semoga anak-kita-nanti seperti dia." bisiknya.
"Semoga." jawabku.
"Semoga kamu juga punya perpustakaan sendiri." bisiknya lagi.
"Iya, semoga. Dan semoga kita juga segera menikah." ujarku.
Kami saling senyum dan mengerti, lalu berjalan menjauhi stadion bola yang sering kudatangi untuk menonton pertandingan anak-anak.

Semoga.


:: Berapa bintang yang kau beri? ::.

Copyright © sedetik di bulan All rights reserved. Black Sakura | Faril Lukman | Nurul Rizki | Pambayun Kendi.
Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive