0
Posted by Unknown in
So? Udah ketemu cewek yang oke belum, Ren?” Tanyanya tiba-tiba, mengganti topik pembicaraan.
“Hmm, belum.”
“Mau aku kenalin ke temenku nggak?” Kali ini dia bertanya sambil cengar-cengir.
Ah, mulai lagi deh. “Boleh. Ada yang oke?”
“Eh, temenku oke semua tauk. Tapiii, kurusan lho, lebih kurus dari aku.”
“Hah? Nggak mau ah.”
“Hmm.. kalau yang agak chubby? Cantik loh.”
“Enggg.. Nggak deh. Yang kaya kamu aja ada nggak?”
“Kalo yang kaya aku ya nggak ada. Aku kan nggak ada duanya.” Aku hanya bisa memandangnya sambil tersenyum dan mengangguk, sementara dia tertawa.
Dia melirik jam tangannya, kemudian mulai memasukkan novel bacaannya ke dalam tas, “Aku tinggal dulu ya, Ren. Mau pergi sama Amin. Daah..” Dia berlalu begitu saja. Aku, lagi-lagi, hanya bisa tersenyum.


Nit, Nit.. Seandainya kamu bukan temanku sejak kecil. Seandainya kita hanya dua orang yang sebatas saling mengetahui nama masing-masing. Atau seandainya kita hanyalah teman satu sekolah. Mungkin kamu sekarang sudah memakai cincin pemberianku di jari manis kiri. Sayangnya, cincin yang kamu pakai sejak sebulan yang lalu itu bukan dariku.

Aku dan Nita berteman sejak kecil, sejak Sekolah Dasar. Sebenarnya bukan hanya dengan Nita. Tapi juga dengan Irwan, Yudhi, Emi, Dima, dan Resty. Bahkan ketika kami semua memasuki SMP dan SMA yang berbeda-beda, kami tetap sering kumpul bareng. Tak ada yang berubah. Ah, salah, ada satu yang berubah. Perasaanku kepada Nita. Menginjak SMA, tiba-tiba saja dia menjadi gadis yang paling cantik di mataku. Padahal sebenarnya Nita itu nggak cantik-cantik amat. Mungkin karena Nita itu pintar, lucu, menarik, baik, suka tersenyum, teruuus.. aah, the list is endless.

“Reeenn..”
Duh, kenapa nih Nita. Pasti ada maunya.
“Apa lagi nih?” Kulirik dia dari sudut mataku. Dia tersenyum lebar.
“Minta tolong doong.. HP-ku error.”
“hahhh.. kamu itu harusnya mulai bergantung pada Amin untuk hal-hal seperti ini. Dia kan calon suamimu.”
“Ren, please.. He knows nothing about gadget. Jadi untuk urusan gadget aku akan selaaaaalu gangguin kamu. Yay!”
“Dasar.”

Kadang aku menyesal. Menyesal tak berterus terang kepadanya tentang perasaanku sejak dulu. Mungkin kalau dulu kuungkapkan, saat ini kami sedang bersama merencanakan pernikahan. Mungkin.

Ah, tidak. Aku akan lebih menyesal lagi jika aku harus kehilangan kepercayaannya padaku sebagai sahabat. Terlebih jika ternyata pada akhirnya kisah kami tidak seperti yang kubayangkan.
Sungguh, aku rela mengorbankan apa pun, melakukan apa pun. Asalkan dia mempercayaiku, mengandalkanku dan membutuhkanku di sampingnya. Meski hanya sebagai sahabat.

Oh, ponselku bergetar. Sms dari Nita.

Thanks ya, Ren. You’re the best!

Well.. that’s enough.



:: Berapa bintang yang kau beri? ::.

0 Comments

Posting Komentar

Copyright © sedetik di bulan All rights reserved. Black Sakura | Faril Lukman | Nurul Rizki | Pambayun Kendi.
Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive