0

K&D Learns Storytelling 13

Posted by Faril Lukman in ,
PROLOG:
Di suatu sore pada hari Jumat, Mario baru saja pulang dari bekerja. Agak istimewa rasanya bisa pulang sore seperti ini. Apalagi cuaca sedang cerah. Mario memarkir sepeda motor di halaman dan sesaat meregangkan otot-otot. Berkendara selama 45 menit cukup melelahkan, apalagi sambil menggendong backpack.  Demi mengetahui kedatangan Mario, adiknya yang perempuan segera menghampiri. Sepertinya si remaja ini sedang ada keinginan.
Adik saya : Bang, beliin handphone android dong, Bang. Yang layar sentuh gitu?
Dengan ekspresi wajah lelah-berdebu dan tatapan mata kosong  Mario berusaha mencerna permintaannya.
Mario : Ha?
Adiknya : Android Bang, android…
Mario : Ha? Android?
Adiknya : Iya Bang. Yang bisa Facebook, twitter, instagram… pokoknya banyak deh. Sosial media bang
Wuk… wuk… wuuu… wukk… Wuk… wuk… wuuu… wukk… percakakapan terputus akibat suara yang agak gaduh. Dengan ekspresi dan tatapan yang tak berubah, Mario melongok ke belakang, ke backpack.
Adiknya : Suara apan tuh Bang?
Mario : Oh, ini Pak Menejer telpon
telpon


Gambar 13.1:Telpon Gendong Mario Spesial. Berbasis cOS,
ciyus Operation System
***

Ada yang berbeda yang belakangan terjadi dengan masyarakat bangsa ini, terutama generasi mudanya. Tatanan nilai dan budaya yang dahulu berkembang agaknya mulai tergerus sedikit demi sedikit digantikan dengan yang baru. Sah-sah saja kalau yang baru itu lebih baik, tapi sepertinya tidak. Sepertinya agak kurang ‘timur’. Dan saya sebagai pengagum dan pewaris budaya timur jelas merasa gelisah berada di tengah-tengah fenomena ini.

Perkembangan teknologi komunikasi yang sangat pesat disinyalir menjadi penyebab semua fenomena degradasi ini. Namun jika dicermati, Teknologi hanyalah alat, seperti halnya sebuah pedang. Tergantung dari yang menggunakannya. Apabila dimaksudkan untuk tujuan baik, maka baiklah. Namun apabila dimaksudkan untuk tujuan jelek, hasil jeleknya bisa jadi berkali-kali lipat. Media komunikasi bisa menjadi tanah yang subur bagi pertumbuhan trend secara global. Tidak pandang tapal batas negara dan kebudayaan, sehinngga yang kuat dan menjadi trend setter-lah yang berkuasa. Saya menyebutnya GLOBAL TREND WARMING atau pemanasan trend global. Mari kita tinjau satu per satu.

Berdasarkan teori komunikasi, manusia lebih mudah menyerap informasi visual ketimbang audio (suara). Akan menjadi lebih powerful jika keduanya digabungkan. Televisi, menggabungkan keduanya. Bayangkan jika kita ‘terpapar’ media televisi dalam waktu yang panjang setiap harinya. Otak kita bakal teracuni dan dicuci.

Saya adalah penggemar berat Doraemon. Jadi setiap ada orang gendut saya selalu memaksa dia mengeluarkan pintu kemana saja dari perutnya. Benar-benar teracuni.

Dahulu saya pernah mengkritisi acara FTV dari segi kostum. Si tokoh pelaku FTV yang memerankan tokoh orang miskin namun dengan visualisasi yang tidak tepat. Bagaimana mungkin dia bisa memerankan orang miskin kalau dia mengenakan kaos seharga 90 ribu, jeans 450 ribu dan sepatu 699 ribu? Ini gila. Tidak masuk akal. Bagaimana mungkin saya bisa tahu harga-harga tersebut? Karena saya pernah membelinya. Tanpa diskon. #eeaa.

Seorang tokoh masyarakat asal kota kembang baru-baru ini melansir sebuah cerita yang memilukan menurutnya. Beliau memergoki seorang ibu-ibu yang berganti ‘pakaian dinas’ untuk kemudian mengemis di pinggir jalan. Bahkan ia mendapati salah seorang pengemis sedang mengabadikan iring-iringan pejabat dengan BB Q10. Huh, saya sudah lama menyadari hal ini. Dulu waktu saya masih mahasiswa ada seorang ibu dengan muka memelas mendatangi saya sambil membawa buntelan. Dia meminta sumbangan. Tapi saya yakin, yang di dalam buntelannya itu adalah laptop. Yang lebih saya yakini lagi, ibu-ibu tersebut pasti punya akun FACEBOOK!
Saya : Bro, liat tuh buntelan yang dibawa ibu-ibu itu. Menurut lo isinya apa bro?
Teman saya : Ga tau bro. Kutang kali bro…
Saya : Payah lu bro. Itu buntelan isinya laptop bro
Teman saya : Masa sih bro? Buntelannya kan bulet bro. Nggak kotak
Saya : Et dah… itu kamuflase bro. Lo tau nggak yang kelihatan kotak tapi isinya bulat?
Teman saya : Apaan tuh bro?
Saya : Saku kemeja Bu Nina
Teman saya : Jiahh… dosen Bahasa Inggris bro!
Ternyata ibu-ibu itu tidak menyerah dengan cepat, dan saya pun mengeluarkan jurus terakhir untuk membuatnya menjauh.
Saya : Maaf bu, nggak ada uang kecil
Ibu-ibu itu : (entah bercanda entah tidak) yang besar juga ndak apa-apa, Mas
Saya : Hmmph… apalagi yang besar Bu. Masih di Bank
Ibu-ibu itu terdiam sebentar seperti berfikir. Kemudian ia membuka buntelannya dan mengeluarkan sesuatu dari situ.
Ibu-ibu itu : Pakai ini aja ndak apa-apa mas, mumpung lagi ada sedekah promo. Monggo di gesek
Dan ini adalah contoh kemajuan teknologi yang tidak pada tempatnya.

Kembali lagi ke efek negatif  televisi. Setiap hari kita disuguhi berbagai acara atau sinetron yang membuat angan-angan kita melambung. Drama remaja, contohnya. Mereka pacaran, naik mobil, makan di restoran, belanja di mall, lalu kemudian pulang ke rumahnya yang mewah. Rata-rata seperti itu di setiap stasiun televisi swasta. Sayangnya kita harus mendapati kenyataan bahwa sebagian besar masyarakat negara kita bukanlah dari kalangan ekonomi kuat, dan efek tontonan tersebut seperti oasis. Ingin sekali, terutama para remaja, merasakan gaya hidup seperti di sinetron tersebut. Akiabtnya pola hidup konsumtif tidak dapat dihindari di tengah neraca perekonomian keluarga yang naik-turun.

OK fine, mungkin keinginan merasakan kehidupan mewah tidak bisa dibendung. Mungkin juga mereka beranggapan tidak perlu merasakan semuanya. Pinggir-pinggirnya saja juga tidak apa-apa. Alhasil, jadilah mereka menggunakan cara-cara yang cukup kreatif sehingga mereka terlihat sedang merasakan kehidupan mewah. Mewah ala MEnengah agak cenderung lebih sedit lagi ke baWAH.

Mari kita ambil contoh. Fashion yang lagi nge-trend di televisi sekarang adalah skinny jeans warna-warni. Kita menyebutnya PSJ-WW atau Pengguna Skinny Jeans-Warna Warni. Ada yang merah, kuning, biru, ungu, hijau, pink, dll. Warna-warna yang bisa dibilang mencolok mata. Saking mencoloknya, seorang teman saya ex-mahasiswa yang tadi, korneanya sampai sobek (bro, coba pake skinny jeans warna-warni bro. Setelah dipake: bro, kornea gue sobek bro...yoi nggak bro?). Dan hipotesa saya menyimpulkan bahwasannya ada hubungan antara menjamurnya PSJ-WW dengan kelangkaan Rhodamin B di pasaran. Pantesan kue apem Bu Rachel warnanya putih semua. Baru tahu kan, ada penjual kue apem namanya Bu Rachel? Efek sinetron!

Selain trend PSJ-WW  ada juga celana cokelat (biasa disebut celana chino atau chino jeans), yang juga lagi nge-trend. Biasanya dipadu padankan dengan kemeja biru. Percayalah, itu celana nggak mahal. Nggak perlu membeli di mall atau di Distro. Di emperan harganya nggak sampai 100 ribu. Nggak perlu mahal buat tampil gaya (atau gaya-gayaan). Kemeja biru itu ibarat otak kiri: logis dan tidak kretaif. Dia lebih menyukai matematika. Sedangkan otak kanan lebih menyukai FILM BIRU.

Sekali-sekali iseng pengen juga masuk ke lingkaran pergaulan mereka. Lumayan buat ngobrol iseng sama cewek Abege di Sabtu sore. Katanya sih ada yang LEMON-LEMONAN. Untuk itu saya sengaja membeli celana cokelat dan kemeja biru. Tentu saja yang asli dan mahal. Maklum, pria mapan. Dengan gaya cool saya mendekati mencoba cewek-cewek itu.
Saya : Lagi ngapain dek…
Cewek-cewek itu : Lagi nongkrong-nongkrong aja ka’
Saya : Btw, baju kamu bagus deh (cewek paling senang dipuji dandanannya. Percayalah)
Cewek-cewek itu : Makasih, baju kaka’ juga bagus
Saya : O ya? Masa sih?
Cewek-cewek itu : Iya, belinya di emperan ruko Akiong kan? Saya kemarin liat tuh di situ. Celana sama kemejanya…
Madi rodok… tu emperan engejatuhin pasaran gue. Besoknya saya datangi emperan ruko Akiong untuk balas dendam. Saya bermasud menjatuhkan harga dirinya dengan metode sindiran sarkastik-sinisme
Saya : Yang ini berapa bang?
Pedagang emperan : 50 ribu aja Mas. Bahannya bagus, cocok buat ke pesta atau buat dipake nongkrong. Lagi nge-trend Mas
Saya : Nggak sih Bang. Saya buat nyuci motor (sindiran sarkastik dimulai)
Pedagang emperan : Ooo…
Si pedagang emperan terlihat lemas dan pergi meninggalkan saya. Kena dia. Siapa suruh menjatuhkan harga diri saya. Beberapa menit kemudian dia kembali. Saya bersiap-siap dengan sindiran sarkastik lainnya.
Pedagang emperan : Kalo buat nyuci motor yang ini aja Mas. Bahannya lebih halus. Mas nya nambah 10 ribu lagi. Nggak mahal kok Mas
Saya : T_T (baca: te_te)

Gaya-gayaan ini tidak berhenti sampai di sini saja. Lihat laki-laki baru tumbuh itu. Mereka naik mobil ke mana-mana. Mobilnya siapa? Jelas mobil orang tua mereka. Kalau malam menjelang biasanya mereka akan menjemput pacar untuk di ajak makan malam atau nonton. Coba perhatikan, mereka baru belasan tahun. Di sentuh pinggangnya saja masih teriak: ayam… ayam… ayam…. Kenapa mereka bisa menyetir? Sok banget, padahal bensin juga minta orang tua. Seumuran mereka saya masih mancing di sungai. Ikannya buat lauk sehingga Mama bisa berhemat 7.500 rupiah pada hari itu. Saya akan Berdikari (Berdiri Di Atas Kaki Mpok Nori). Lihat saja, saya akan menyetir mobil sendiri yang saya beli cash/tunai dari hasil usaha sendiri. Kira-kira 14 tahun lagi.

Jalan-jalan ke mall sambil pegangan tangan dengan perempuan yang bukan muhrim. Tidak hanya pegangan tangan, mulai raba-raba pinggang, pegang-pegang kepala, sentuh-sentuh hidung, colok-colok lubang hidung. Mereka tidak pantas melakukan itu karena mereka tidak dapat hidup sendiri. Mereka parasit. Parasit yang pacaran sama parasit.
Parasit betina : Yang… beliin aku baju dong!
Parasit jantan : Iya, apa sih yang nggak buat kamu?--> ini kalimat memuakkan! Hooeeekk!
Parasit jantan mengangkat telepon genggamnya, menekan nomor tertentu, lalu kemudian berbicara…
Parasit jantan : Halo Mam, transfer 700 ribu sekarang ya…
Enak sekali hidupnya, hanya minta. Terus mereka berargumen: cinta sejati kan memberi? Memberi? Memberi dengkul lo runcing? Siapa yang memberi? Orang tua lo kan? Bukan lo! Lo mau tau cinta sejati? Mau tau? Gue yang tau. Gue yang tau cinta sejati. Gue nggak pernah ngasih cewek dari uang orang tua gue. Dan lo nggak bakal bisa ngikutin gue. Cuma gue yang bisa memeberi dari usaha gue sendiri. Cuma gue yang bisa ntraktir cewek di restoran mahal pake uang gue sendiri meskipun gue harus jual ginjal.

By the way, cewek itu sekarang sudah pergi dengan laki-laki lain. Dia bilang, cinta tidak harus memiliki. Gue cuma bisa pasrah. Ginjal gue tinggal satu.


Gambar 13.2: Gaya Anak Muda Zaman Sekarang. Kalau Belum Punya Mobil
Boleh Nge-crop+Tempel yang Penting Gaya.

Lanjut ke instrument ‘gaul’ selanjutnya: rokok. Tidak hanya remaja pria, tetapi juga merambah ke remaja putri. Untuk kalangan remaja putri biasanya tidak terlalu vulgar seperti merokok di pinggir jalan, di tempat parkir, atau di jamban empang-->mohon jangan dibayangkan. Biasanya mereka merokok di kalangan terbatas yang disebut geng, kemudian foto-fotonya diupload di Facebook. Kalau pergaulan biasanya bisa diperluas dengan berbagi rokok, bagi remaja putri cukup dengan foto merokok di Facebook (eh, si Anu ngerokok… ihhh keren, temenan ah). Lebih hemat. Uangnya bisa ditabung buat beli LEMON (Masbuuoooyyy…).

Merokok untuk pergaulan? Apakah kita tidak mengetahui dampak buruknya? Setiap batang rokok menggunakan kertas sebagai pembungkus tembakau. Belum lagi bungkus rokoknya, pack/slop-nya, kardusnya, dan iklan posternya. Belum lagi kalau merokok sambil baca koran. Belum lagi SPG rokok yang kalau keringatan menggunakan tissue untuk mengelap keringatnya. Untuk memproduksi kertas kita harus menebang pohon.  Semakin hari hutan akan semakin gundul dan pepohonan akan semakin sedikit. Pasokan oksigen menipis seiring dengan pemanasan global, akan semakin memperparah keadaan bumi yang semakin renta. Bumi akan tenggelam oleh air laut yang makin tinggi. KITA SEMUA AKAN MATI. Merokok bisa menyebabkan kiamat bukan?

Break menulis sebentar untuk ke warung. Berpapasan dengan ibu-ibu (30-an) yang pakai behel dengan dua anak perempuan masing-masing kira-kira kelas 6 SD dan TK. Ada sih dorongan untuk berkenalan dengan ibu-ibu itu, tapi khawatir kalau dia menjawab:  saya M4Nd4 cH4iY4nQk P4Pih cheyAyU >_<

Minum minuman beralkohol/bir sepertinya bukan hal yang tabu lagi. Kalau dahulu,zamannya ‘Mirasantika’ masih tenar sekitar 15 tahun yang lalu, susah sekali menemui minuman berlkohol. Minuman beralkohol hanya dijual di tempat-tempat khusus dan tidak terekspos. Sekarang di showcase-showcase warung pinggir jalan sudah banyak dijual, meski kadar alkoholnya tergolong rendah. Agaknya paparan di televisi dan film telah me’wajar’kan hal yang dahulunya tabu ini. Padahal sebetulnya pemeran-pemeran sinetron/film itu tidaklah minum bir sungguhan. Mereka nggak mungkin mabuk karena sisa episode masih 978 episode lagi. Kalau 2 episode sudah mabuk, mau dikemanakan 976 episode sisanya? Apa ceritanya dipelintir menjadi: Haji Maman jualan bakso ke Arab? Minum bir itu cuma acting. Paling cuma teh tawar. Tidak perlu ditiru. Apalagi sampai kelewat kreatif dioplos air rebusan ikan lele.

Daripada nge-bir, mending minum kopi. Contoh Iwan Fals yang mem ‘bongkar kebiasaan lama’. Meskipun saya masih bingung dengan korelasi seorang musisi (yang jelas-jelas jago main musik) main catur, finger-temporary tattoo, dan macan. Setahu saya macan nggak suka kopi. Sukanya bir.

Yang paling miris dari semua itu adalah bergesernya nilai keperjakaan dan keperawanan. Dari berita-berita dan tulisan-tulisan di blog tentang kehidupan pergaulan masa kini agaknya menjadi perjaka/perawan adalah suatu PERBUATAN KEJI. Bahkan ada wacana untuk mengedarkan mobil penjual KDM* di kota-kota tertentu, seperti menjual es krim. Ada pergeseran kebiasaan ternyata. Anak-anak muda zaman sekarang kalau mau keren kemana-mana harus bawa KDM*. Padahal dulu saya kemana-mana bawa compo. Ketemu lampu merah langsung nge-dance. Ketahuan kan, usia saya berapa? Usia sih tidak menjadi masalah. Tergantung compo.

Kalau kita coba bertanya, kenapa mereka melakukan semua itu? Jawabannya sudah sama-sama kita ketahui: biar eksis. Supaya diakui dalam lingkaran pergaulan muda. Padahal sebetulnya eksistensi mereka adalah semu. Eksistensi bentukan televisi, sebagai salah satu kemajuan teknologi komunikasi. Eksistensi bentukan pebisnis yang berbau barat. Tanpa semua itu, kalau kita lebih melihat ke dalam, sudah ada orang-orang yang mengakui eksistensi kita, yaitu: orang tua dan keluarga. Seandainya anak-anak muda itu lebih menyadari ini. Yang demikian sungguh jauh lebih bernilai.

Pembahasan masih akan berlanjut.
***
Melakukan tindakan besar itu tidak sesulit saat kita membayangkannya. Jadi lakukan saja. Just do it.

Terima kasih untuk sahabat-sahabat pembaca.
@KnD_Mario





:: Berapa bintang yang kau beri? ::.

0 Comments

Posting Komentar

Copyright © sedetik di bulan All rights reserved. Black Sakura | Faril Lukman | Nurul Rizki | Pambayun Kendi.
Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive