0

Cerita di Belakang Punggungmu

Posted by Faril Lukman in

"Eh, ternyata si fulan itu sukanya begini loh, dia itu emang nyebelin deh."
"Iya tuh, emang kelakuannya seperti itu. Cih."

Kau mungkin tak pernah tahu, aku yakin kau tak akan tahu. Betapa banyak cerita yang ditulis di punggungmu, bahkan oleh teman-teman terdekatmu, tak terkecuali aku juga pernah membaitkan di sebuah paragraf tipis. Beberapa tulisan yang menempel erat di punggungmu, setipis tinta mesin-cetak yang hampir habis, hingga kau tak menyadarinya. Andai kau menyadarinya, pasti akan butuh mata yang jeli dan akan merusak penglihatanmu, penglihatanmu terhadap orang-orang di sekitarmu.

Setiap kali kau hadapkan dadamu, selalu tinta emas yang kami curahkan, selalu cerita menarik tentangmu yang tertuang. Senyum kamipun dibuat dengan benang yang ditarik hingga membentuk bibir seindah senyum drama. Keindahan senyum yang pasti tak kau sadari apa yang tersembunyi di dalamnya. Ya, kami senang tersenyum padamu saat kau melihat senyum kami secara langsung dengan mata kepalamu, bukan dengan hatimu.
Jikapun kau menghadapkan wajahmu kepada kami, jangan pernah kau palingkan pandanganmu, meski hanya sekedipan. Kau tak pernah tahu apa yang kami bisikkan atau kode yang kami sampaikan jika kau alihkan pandangan. Pun, jangan pernah lepaskan telingamu.
Tapi ingat, jangan terlalu lama menghadapkan dadamu pada kami. Kami tak suka menulis di dadamu karena harus mengarang dan memperhalus setiap bait dan tanda baca; dari tanda seru menjadi titik diikuti senyuman. Itu melelahkan, harus menuliskan puisi di saat di pikiran kami hanya ada prosa hinaan. Kami lebih senang menulis di punggungmu, lebih luas dan lebih bebas berkata. Tanda seru pun tak akan pernah tertinggal di setiap paragrafnya. Setiap kata adalah murni dari kami, tak ada puisi indah di waktu senja yang menutup kedatangan malam.
Ya, punggungmu begitu nyaman untuk kami bercerita. Entah karena kami terlalu penakut, atau bahkan pengecut, atau memang kami iri tak bisa menyamai kemampuanmu. Ah, biarlah. Jangan kau pedulikan dan jangan kau mencoba mengambil cermin untuk bisa membaca setiap baris tulisan di punggungmu. Jangan pula kau meminta orang terdekatmu membacakannya untukmu.
Bisa jadi orang terdekatmu itu juga pernah menulis ceritanya di punggungmu juga. Mungkin juga, dia akan membaca sesuai yang dipandangnya, bukan sesuai dengan tulisan yang terukir. Ya, bisa jadi orang-orang yang paling kau percaya akan bisa membuatmu mengetahui cerita yang ditulis orang lain di punggungmu. Tapi akan terasa sangat perih jika kau menemukan tulisannya sendiri begitu indah dan dalam terukir di punggungmu. Aku yakin, kulit yang ditumpangi tulisan-dari-orang-terpercayamu itu akan berdarah dan sangat perih, seperti jarum tato yang menusuk ringan tapi sakit dan bekasnya tak akan pernah hilang. Jika pun hilang, akan ada bekas yang tampak buruk di kulitmu.

Aku pun berjalan menjauh, menyeka daging yang tertinggal di gigiku. Merunduk dan memutahkan setiap daging yang tertelan ke kerongkonganku. Perih dan akan dicemooh sebagai orang yang sok suci. Tak akan kuhiraukan cemoohan itu karena hanya itulah caranya agar tak lagi aku memakan daging saudaraku sendiri.
Jikapun aku tak bisa mencari penghapus untuk menghilangkan tulisan yang pernah kuukir di punggungmu, semoga aku tak lagi memiliki pena untuk menambah tulisan buruk tentangmu di belakangmu.


Terinspirasi dari: jam istirahat bersama rekan kerja
Terimakasih kepada setiap hal yang selalu mengingatkanku



:: Berapa bintang yang kau beri? ::.

0 Comments

Posting Komentar

Copyright © sedetik di bulan All rights reserved. Black Sakura | Faril Lukman | Nurul Rizki | Pambayun Kendi.
Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive