4

Riuh Renyah Anak Kecil

Posted by Faril Lukman in
Ketika sedang membaca buku, aku dengar beberapa anak kecil yang bermain di dekat kolam ikan. Mereka sepertinya asik bercerita. Tiba-tiba ada yang nyeletuk; kita itu ada di dalam bumi atau di luar bumi? Langsung saja yang lain mulai menjawab sekenanya karena memang belum tahu benar. Ada yang menjawab di dalam bumi, di luar bumi, bahkan ada yang bilang kita itu di Indonesia, bukan di bumi. Kejadian ini mengingatkan aku bahwa dulu waktu kecil aku juga sepolos mereka. Sering berdebat dengan orang lain meski sama-sama salah dan tetap saja ngotot. Maklum, anak kecil memang kurang pengetahuannya dan gampang percaya dengan omongan orang, entah itu benar atau salah. Anak-anak mudah dipengaruhi oleh perkataan orang lain ataupun kejadian di sekitar. Bahkan dibohongi oleh temannya sendiri saja langsung percaya.
Saat terjadi gerhana bulan, para orang-kuno mengatakan kalau saat itu bulan sedang dimakan oleh buto (semacam iblis raksasa dalam wayang). Kita harus berdo'a agar buto itu tidak mampu menghabiskan bulan. Anak kecil langsung percaya saja dengan itu tanpa bertanya lagi: setelah gerhana selesai, kenapa bulan tampak penuh (purnama) lagi? Bukannya tadi dimakan buto hingga habis. Mungkin jika itu ditanyakan, mereka akan menjawab: Buto-nya berak, jadi bulan kembali utuh.
Lalu, saat terjadi hujan deras disertai petir menggelegar, anak-anak dilarang berdiri di pintu. Mereka bilang kalau berada di pintu, kita akan disambar petir. Anak-anak akan langsung percaya saja dan selalu mengatakan hal serupa kepada temannya: jangan berdiri di dekat pintu saat hujan, kita bisa tersambar petir. Bukankah petir akan menyambar tempat yang paling/lebih tinggi? Jadi, petir akan menyambar ambang-atas pintu sampai hancur, barulah petir akan mengenai kita. Tapi, jika ditelaah lebih jauh, ternyata mereka melarang kita berdiri di pintu karena hanya akan menghalangi orang yang akan lewat. Lalu kenapa sampai dewasa, anak-anak lebih percaya akan tersambar petir saat berdiri di pintu?
Karena anak-anak mudah dipengaruhi dan pengaruh itu akan kuat di dalam pikiran mereka hingga dewasa, sebaiknya kita dan para orangtua berhati-hati dalam memberikan contoh ataupun pengetahuan baru pada anak-anak. Kita harus bisa mendidik mereka agar tak melakukan kesalahan serupa yang pernah kita lakukan
*  *  *  *  *
Tak hanya mudah dipengaruhi orang lain, anak-anak akan sering saling mendebat satu sama lain saat terjadi selilih pendapat. Mereka akan ngotot mempertahankan pendapatnya meski salah.
Salah seorang teman saya sering menyangkal apa yang berbeda dengan apa yang ia ketahui sebelumnya. Ketika guru menjelaskan bahwa kg adalah satuan dari massa, bukan satuan dari berat (satuan berat adalah Newton); ia dengan lantangnya berkata: "Berarti kita harus bilang "Massa tubuhku 35 kg" bukan "Berat tubuhku 35 kg", aneh sekali. Lalu kenapa di KTP ada tulisan berat tubuh, bukan massa tubuh?".
Apalagi kalo sudah membahas Tuhan dan malaikat. Udah deh, seperti tak ada yang mau mengalah dan merasa benar. "Aku punya Tuhan, kamu punya Tuhan, dia juga punya Tuhan. Jadi Tuhan itu ada banyak dong". "Tuhan itu tubuhnya besar sekali, bersinar seperti matahari". "Tuhan itu cuma satu, tapi bisa mengatur segalanya sendiri". "Malaikat itu punya sayap dua di punggungnya". "Emangnya burung, punya 2 sayap di punggung? Malaikat itu punya banyak sayap". "Kalo ngomong ati-ati, dicatet sama malaikat loh". "Kalo bisa pinjem bolpennya malaikat enak nih, nggak bisa habis".

Terakhir, saya pernah membaca cerita dari koran; entah apa nama koran itu saya sudah lupa. Ceritanya saat itu ada beberapa anak TK yang sedang bermain saat sore hari. Salah seorang membawa koran pagi yang memuat foto guru mereka sedang berdemonstrasi menuntut kenaikan gaji. Tapi karena ketidaklancaran membaca, akhirnya mereka membuat kesimpulan macam-macam.
Nafla    : Hey, lihat. Pak Guru ada di koran
Dirga    : Wah, berarti pak Guru terkenal nih sampe masuk koran
Nafla    : Kog bawa corong halo-halo buat apa itu?
Dirga    : Mungkin pak Guru mau ikut lomba nyanyi.
Nouval : Bukan... Baca tulisannya dulu.
Nafla    : De.. mones.. terasi..
Citra     : Aku tahu, aku tahu.
Lendra : Apa?
Citra     : Pak Guru lagi jualan terasi bareng temen-temennya
Dirga    : Bukaaann. Enakan jadi guru daripada jadi penjual terasi.
Nouval : Baca lagi dong, baca lagi.
Nafla     : Me.. nga.. dakan.. de.. mo..
Lendra  : Kog malah jadi demo masak??
Dirga     : Itu kan acaranya ibu-ibu. Kalo demo masak nggak di lapangan segede ini dong.
Nafla     : Be.. sok.. akan.. be.. rang... kat... ke.. Jakar... ta.
Dirga     : Aku tahu, aku tahu.
Lendra  : Apa?
Dirga     : Itu artinya besok pak Guru nggak ngajar, jadi besok kita libur nggak sekolah..
Lendra  : Hore... hore.. besok kita libur..
Semua  : Hidup pak Guru.. Hidup pak Guru...



:: Berapa bintang yang kau beri? ::.

4 percakapan:

  1. jadi kudu ati2 ngemeng ame anak kecil ye, soalnye semua terekam jelas di kepala meraka..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yep, bener banget. Tapi kita juga sering lupa asal ngomong sembarangan ke anak kecil karena (biasanya) susah diatur. Yaitu, kita menakut-nakuti atau membohongi mereka. Alhasil, mereka malah pecaya sama "kata-kata" itu terus sampai dewasa dan susah merubahnya..
      Termasuk saya yang sering salah..

      Hapus
  2. hehehe anak kecil... hidup di dunia anak2 yang sederhana menyenangkan sekali lho penuh fantasi sekaligus sederhana, nggak neko-neko :)
    *jadi ingat masa2 dulu yang ga pernah mau keluar rumah habis magrib gara2 ditakut2in ada wewe gombel suka nyari anak2 yang masih keluyuran selepas magrib*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi efeknya bagus kan; nggak keliaran maen ke mana2 terus sampe malem..

      Hapus

Copyright © sedetik di bulan All rights reserved. Black Sakura | Faril Lukman | Nurul Rizki | Pambayun Kendi.
Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive