0

A Tale of 1000 Part 4

Posted by Black Sakura in
Aku terdiam di ruang gelap ini bersama kawan kawan sebangsaku menanti fajar. Warung ini telah ditinggalkan pemiliknya untuk beristirahat. Tak sabar kunanti petualangan apa yang menantiku esok hari.

Ternyata kegelisahanku mengusik teman sebelahku. Lembaran merah bergambar pahlawan berwajah tirus. “Hei, kenapa kamu terlihat gusar, kawan?” Tanyanya. “Ah, aku hanya sedang mengira-ira, apa yang akan kualami esok hari.” Jawabku jujur.


Bukankah setiap matahari terbit jutaan kemungkinan terbuka lebar? Apakah kau akan memikirkannya setiap malam? Sungguh buang buang tenaga saja. Aku tak pernah peduli apa yang dilakukan tangan tangan manusia itu terhadapku.”

“Itulah yang membuat kita tidak menyadari, bahwa setiap detil itu penuh makna, Kawan, asal kita dapat memahami pesan apa yang Tuhan tuliskan di setiap peristiwa.”

“Mungkin kau benar, tapi, aku terlalu muak memikirkan ulah manusia.”

“Kenapa begitu?”

“Sudah berkali kali aku berpindah tangan, dan tak satu tangan pun menunjukkan sikapnya yang pantas sebagai manusia yang bersyukur menerima rejeki.”

“Wah, mungkin kau sedang tidak beruntung kawan. Aku baru saja berada di kantong seorang anak kecil baik hati yang tersenyum penuh syukur menukarkanku dengan selembar plester luka untuk temannya dan kembalian 500 perak.”

“Benarkah? Kukira orang seperti itu sudah punah dari dunia ini.”

“Mungkin langka, tapi aku percaya mereka masih ada. Ngomong ngomong, memangnya apa yang orang orang lakukan terhadapmu?

“ Sejak pertama aku dikeluarkan dari tempat produksiku, aku berada di tangan seorang kaya raya yang aku kira ingin menolong orang yang sedang kesusahan, ternyata meminjamkanku dengan bunga yang sungguh tak masuk akal.”

“Tega benar orang itu.”

“ Berikutnya, aku pikir aku akan bermanfaat bagi orang itu untuk membayar sekolah atau apa lah, tapi sungguh memalukan, aku berada di tangan seorang penjudi yang kecanduannya sudah tingkat tinggi. Berakhirlah aku di meja judi, bahkan diiringi tangis istrinya yang meminta nafkah.”

“Oh Tuhan, tulikah telinganya?”

“Tak berhenti di situ, Kawan. Aku dikelilingi orang orang bernapas naga berbau alkohol dan berselimut asap tebal. Tawa sekaligus caci maki mereka sungguh membuatku muak. Lalu diraupnya aku seperti bajak laut gila meraup emas dan memaksakanku dan beberapa lembar lainnya ke dalam dompetnya.”

“Sungguh mengerikan. Aku sungguh tak ingin mengalami hal itu.”

Kau mungkin beruntung karena nominalmu kecil. Orang tak akan mampu melakukan kejahatan dengan harga yang mampu kau bayar.”

“ Maaf kawan, kau mungkin benar, tapi tak selamanya aku beruntung juga. Bahkan banyak orang yang tak menghargaiku karena nominalku ini.”

“Maaf juga, Teman. Mungkin pengalamanku selama ini membutakan mataku dan membuatku berpikir begitu.”

“Tak apalah, bukankah ini gunanya berbagi? Membukakan mata kita yang tertutup? Lalu, bagaimana kau sampai di sini?”

“Sungguh hal yang tak pantas. Semalam aku dilempar diatas ranjang. Aku dan beberapa temanku menghambur diatas selimut yang menutupi seorang wanita. Aku tak ingin mengingat detilnya, yang ku ingat, aku dibawa wanita itu ke warung ini untuk ditukar dengan sebotol bir dan dua bungkus rokok.”

“Wah wah… teman, kau sungguh menjadi saksi keburukan dunia. Apakah di hati kecilmu masih percaya bahwa di dunia ini masih ada kebaikan setelah apa yang telah kau alami sejauh ini?”

“Entahlah kawan, jika ceritamu tadi benar, aku ingin percaya bahwa masih ada orang orang baik di luar sana, dan aku ingin berjumpa dengan mereka. Aku ingin ditukar dengan beras, digunakan untuk membayar zakat, atau dimasukkan ke kotak amal masjid. Mungkin dengan begitu, aku akan merasa lebih berguna berada di dunia ini.”

“Semoga tangan-tangan baik akan menghampirimu kawan.”




Mid Night
My Purple Private Room
November 8th, 2011


:: Berapa bintang yang kau beri? ::.

0 Comments

Posting Komentar

Copyright © sedetik di bulan All rights reserved. Black Sakura | Faril Lukman | Nurul Rizki | Pambayun Kendi.
Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive